Ketersediaan barang jual sangatlah penting dalam pengelolaan bisnis ritel. Pengadaan barang jual menjadi tugas utama team merchandising di perusahaan ritel. Ada dua sistem pembelian barang jual yang sering kita temui dalam bisnis ritel :
1. Beli putus
Barang yang dibeli langsung dibayar baik tunai maupun giro sesuai dengan perjanjian/persyaratan tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Ada sistem beli putus dimana retailer membeli langsung barang jual dengan harga tertentu, kemudian kedua belah pihak tidak terikat perjanjian/persyaratan apapun setelah transaksi jual beli ini selesai dilakukan.
Misalnya toko perabotan rumah tangga yang membeli langsung alat memasak dari negara tetangga (impor) dengan jumlah tertentu kemudian menjualnya di dalam negeri melalui beberapa cabang toko yang mereka miliki. Setelah transaksi selesai semua item jual tsb menjadi tanggung jawab pihak pembeli (toko), baik kerusakan barang dikemudian hari ataupun barang tidak laku terjual. Dalam sistem ini seringkali quantity pembelian menjadi penentu harga beli, semakin banyak jumlah barang yang dibeli semakin murah harga yang diberikan.
Ada sistem beli putus dimana retailer membeli langsung barang jual dengan harga tertentu, kemudian kedua belah pihak masih terikat perjanjian/syarat-syarat perdagangan (Trading Terms) tertentu yang telah disepakati bersama.
Misalnya sebuah supermarket yang membeli barang jual produk groceries brand tertentu, baik langsung melalui principal produk tsb ataupun melalui distributor utama yang terpercaya. Setelah transaksi selesai, semua item jual tsb masih menjadi tanggung jawab kedua belah pihak sesuai Trading Terms.
Contoh perjanjian/syarat-syarat perdagangan yang berlaku :
- Barang tsb bisa retur atau tidak, apabila tidak bisa retur biasanya pihak supplier dibebankan persentase biaya tertentu sebagai biaya cadangan atas kerusakan barang atau sering disebut sebagai damage goods allowance.
- Term of payment atau jangka waktu pembayaran, misal barang jual tsb baru akan dibayar sejumlah tertentu dalam jangka waktu satu bulan kedepan, jadi pihak retailer memiliki waktu selama satu bulan untuk menjual barang yang diorder sebelum melunasi pembayarannya
- Biaya pendaftaran barang jual atau sering disebut listing fee.
- Biaya promosi atas barang jual, misalkan item tsb dikenakan biaya sewa katalog promo khusus untuk mempromosikan item jual, kemudian supplier juga dibebankan sejumlah disc/potongan harga tertentu atas barang yang dipromosikan.
- Komisi target pembelian, pihak supplier memberikan persentase tertentu sebagai tambahan penghasilan bagi pihak retailer apabila berhasil memenuhi target pembelian yang disepakati bersama.
- Dan hal lainnya yang berhubungan dengan item jual tsb.
2. Konsinyasi
Barang jual dititipkan kepada pihak retailer/rekanan dengan memberikan sejumlah persentase keuntungan kepada rekanan tersebut apabila produk yang dititipkan laku terjual. Sistem ini biasanya pihak supplier bertanggung jawab penuh atas produk jual tsb. Apabila terjadi kerusakan, kehilangan, ataupun tidak laku, maka menjadi beban pihak supplier. Keuntungan dari sistem ini pihak supplier tidak dibebankan hal lainnya selain dari komisi penjualan.
Misalnya sebuah department store menjual item sepatu brand tertentu dengan sistem konsinyasi. Pihak department store bersedia menjual item tsb dengan komisi keuntungan sebesar 30% (dari harga jual) apabila item tsb laku terjual. Apabila tidak laku terjual maka item tsb menjadi beban pihak supplier begitu juga halnya dengan kerusakan dan kehilangan. Kontrol yang baik sangat perlu dilakukan secara berkala oleh pihak supplier atas pengelolaan barang jual tsb.
Dua sistem pembelian inilah yang biasa diterapkan pada ritel modern. Dengan mengenal lebih baik atas pengadaan barang jual, diharapkan bisa memaksimalkan perolehan keuntungan.
Pepatah cina kuno berbunyi "Belajar adalah harta yang akan mengikuti pemiliknya kemana-mana". Semoga pembahasan sederhana kali ini bisa memperkaya pengetahuan kita bersama dan menambah semangat belajar bagi penulis. Kita jumpa lagi di lain waktu. Salam hormat kami untuk seluruh sahabat ngetop yang berbahagia.
“Retail is detail”
topgondola.blogspot.com
1. Beli putus
Barang yang dibeli langsung dibayar baik tunai maupun giro sesuai dengan perjanjian/persyaratan tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Ada sistem beli putus dimana retailer membeli langsung barang jual dengan harga tertentu, kemudian kedua belah pihak tidak terikat perjanjian/persyaratan apapun setelah transaksi jual beli ini selesai dilakukan.
Misalnya toko perabotan rumah tangga yang membeli langsung alat memasak dari negara tetangga (impor) dengan jumlah tertentu kemudian menjualnya di dalam negeri melalui beberapa cabang toko yang mereka miliki. Setelah transaksi selesai semua item jual tsb menjadi tanggung jawab pihak pembeli (toko), baik kerusakan barang dikemudian hari ataupun barang tidak laku terjual. Dalam sistem ini seringkali quantity pembelian menjadi penentu harga beli, semakin banyak jumlah barang yang dibeli semakin murah harga yang diberikan.
Ada sistem beli putus dimana retailer membeli langsung barang jual dengan harga tertentu, kemudian kedua belah pihak masih terikat perjanjian/syarat-syarat perdagangan (Trading Terms) tertentu yang telah disepakati bersama.
Misalnya sebuah supermarket yang membeli barang jual produk groceries brand tertentu, baik langsung melalui principal produk tsb ataupun melalui distributor utama yang terpercaya. Setelah transaksi selesai, semua item jual tsb masih menjadi tanggung jawab kedua belah pihak sesuai Trading Terms.
Contoh perjanjian/syarat-syarat perdagangan yang berlaku :
- Barang tsb bisa retur atau tidak, apabila tidak bisa retur biasanya pihak supplier dibebankan persentase biaya tertentu sebagai biaya cadangan atas kerusakan barang atau sering disebut sebagai damage goods allowance.
- Term of payment atau jangka waktu pembayaran, misal barang jual tsb baru akan dibayar sejumlah tertentu dalam jangka waktu satu bulan kedepan, jadi pihak retailer memiliki waktu selama satu bulan untuk menjual barang yang diorder sebelum melunasi pembayarannya
- Biaya pendaftaran barang jual atau sering disebut listing fee.
- Biaya promosi atas barang jual, misalkan item tsb dikenakan biaya sewa katalog promo khusus untuk mempromosikan item jual, kemudian supplier juga dibebankan sejumlah disc/potongan harga tertentu atas barang yang dipromosikan.
- Komisi target pembelian, pihak supplier memberikan persentase tertentu sebagai tambahan penghasilan bagi pihak retailer apabila berhasil memenuhi target pembelian yang disepakati bersama.
- Dan hal lainnya yang berhubungan dengan item jual tsb.
2. Konsinyasi
Barang jual dititipkan kepada pihak retailer/rekanan dengan memberikan sejumlah persentase keuntungan kepada rekanan tersebut apabila produk yang dititipkan laku terjual. Sistem ini biasanya pihak supplier bertanggung jawab penuh atas produk jual tsb. Apabila terjadi kerusakan, kehilangan, ataupun tidak laku, maka menjadi beban pihak supplier. Keuntungan dari sistem ini pihak supplier tidak dibebankan hal lainnya selain dari komisi penjualan.
Misalnya sebuah department store menjual item sepatu brand tertentu dengan sistem konsinyasi. Pihak department store bersedia menjual item tsb dengan komisi keuntungan sebesar 30% (dari harga jual) apabila item tsb laku terjual. Apabila tidak laku terjual maka item tsb menjadi beban pihak supplier begitu juga halnya dengan kerusakan dan kehilangan. Kontrol yang baik sangat perlu dilakukan secara berkala oleh pihak supplier atas pengelolaan barang jual tsb.
Dua sistem pembelian inilah yang biasa diterapkan pada ritel modern. Dengan mengenal lebih baik atas pengadaan barang jual, diharapkan bisa memaksimalkan perolehan keuntungan.
Pepatah cina kuno berbunyi "Belajar adalah harta yang akan mengikuti pemiliknya kemana-mana". Semoga pembahasan sederhana kali ini bisa memperkaya pengetahuan kita bersama dan menambah semangat belajar bagi penulis. Kita jumpa lagi di lain waktu. Salam hormat kami untuk seluruh sahabat ngetop yang berbahagia.
“Retail is detail”
topgondola.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar